Daerah yang kini bernama Chad pernah dihuni oleh sebuah kelompok yang secara politis merupakan suku-suku yang tidak berhubungan. Tengkorak-tengkorak manusia dan lukisan-lukisan gua dari masa kuno telah ditemukan di sana. Secara bertahap kerajaan-kerajaan setempat yang lemah berkembang; kemudian semuanya disusul oleh Kekaisaran Kanem-Bornu yang lebih besar dan berkuasa. Kemudian, kedatangan orang-orang asing datang memberi banyak pengaruh di Chad. Di awal Abad Pertengahan, Chad menjadi jalur persilangan para pedagang Muslim dan suku-suku asli. Pada 1900, setelah Pertempuran Kousséri, Chad menjadi bagian sistem kolonial Perancis.
Dalam PD II, Chad adalah koloni pertama Perancis yang bergabung dengan Perancis Bebas dan Sekutu, di bawah kepemimpinan gubernurnya Félix Éboué. Pada 1960, Chad menjadi negara merdeka, dengan François Tombalbaye sebagai presiden pertama.
Sejarah pascakemerdekaan Chad ditandai dengan ketakstabilan dan kekerasan dari ketegangan antara bagian utara yang sebagian besar Arab Muslim dan bagian selatan yang sebagian besar orang Kristen dan animis.
Pada 1965, ketakpuasan kaum Muslim dengan Presiden Tombalbaye - orang Kristen dari selatan - menyebabkan perang gerilya. Ditambah dengan kemarau parah, meruntuhkan kekuasaannya dan pada 1975, Presiden Tombalbaye terbunuh dalam sebuah kup yang dipimpin oleh Noël Milarew Odingar, yang segera digantikan oleh orang selatan lainnya, jenderal Félix Malloum. Malloum juga gagal mengakhiri perang, meskipun ia merangkap jabatan sebagai PM pada 1978 dari pemimpin pemberontak Hissène Habré, kepala Angkatan Bersenjata Utara (FAN), dan pada 1979 digantikan oleh orang utara yang didukung Libya, Goukouni Oueddei, saat negeri itu memasuki masa anarki Perang Saudara Chad.
Pada tingkat ini Perancis dan Libya ikut campur tangan secara berulang untuk mendukung satu sisi terhadap lainnya. Habre pada 1982 menaklukkan ibukota mengusir Presiden Oueddei, dan mendapatkan kendali menyeluruh atas negeri ini. Masa pemerintahan 8 tahunnya menimbulkan banyaknya huru-hara politik, sehingga berbagai organisasi HAM mendakwanya telah memerintahkan hukuman mati atas lawan-lawan politik dan anggota suku yang dianggap sebagai musuh rezimnya.
Libya menyerang Chad pada 1980, untuk membuat Oueddei tetap menjabat dan melanjutkan kebijakan ekspansionis untuk menyatukan Libya dan Chad secara politik. Sebelumnya, orang Libya telah menduduki jalur sempit di daerah yang dikenal sebagai Jalur Aouzou pada 1972-73.
Perancis dan AS menanggapinya dengan membantu Habré untuk mencoba memuat ambisi kawasan Libya di bawah Muammar al-Qaddafi. Perang saudara meluas. Pada Desember 1980 Libya menduduki semua bagian Chad utara, namun Habré mengalahkan pasukan Libya dan mengusirnya pada November 1981. Pada 1983, pasukan Qaddafi menaklukkan semua bagian negeri ini di utara Koro Toro. AS menggunakan basis-basis gelap di Chad untuk melatih para prajurit Libya yang tertangkap, yang dicoba diorganisasi ke dalam angkatan anti-Qaddafi. Bantuan Habré dari AS dan Perancis membantunya memenangkan perang terhadap Libya. Pendudukan Libya di utara Koro Toro berakhir saat Habré mengalahkan Qaddafi pada 1987.
Meski menang, pemerintahan Habré lemah dan nampaknya tak disukai sebagian besar orang Chad. Ia dijatuhkan oleh pemimpin pemberontak yang didukung Libya Idriss Déby pada 1 Desember 1990. Habré pergi ke pengasingan di Senegal. Déby mengangkat diri sebagai diktator. Segera setelah itu sebuah konstitusi ditulis. Dukungan rakyat buat Déby rupanya ditunjukkan dalam sebuah pemilu pada Mei 2001, di mana ia mengalahkan 6 calon lainnya dengan 67,3% suara. PemilU itu digambarkan "agak adil", meski ada tercatat beberapa ketakteraturan.
Pada 1998, sebuah perlawasan bersenjata terjadi di utara, dipimpin oleh manran ketua pertahanan Presiden Déby, Youssouf Togoimi. Sebuah perjanjian perdamaian yang diperantarai Libya pada 2002 gagal mengakhiri perang itu.
Pada 2003 dan 2004, kerusuhan di kawasan Darfur, Sudan terciprat ke perbatasan, bersama dengan sekian ribu pengungsi.
Pada 23 Desember 2005, Chad mengumumkan berada dalam "keadaan perang" dengan Sudan.[1] Organisasi Konferensi Islam (OKI) telah mendesak Sudan dan Chad mengendalikan diri untuk mengurangi ketegangan antara kedua negeri yang bertetangga itu.[2]
Pada 8 Februari 2006, Chad dan Sudan menandatangani Persetujuan Tripoli, mengakhiri konflik Chad-Sudan. Persetujuan ini melarang kedua negara memulai gerakan media satu sama lain, dan juga campur angan urusan dalam negeri lainnya. [3]
Pada 13 April 2006 para pemberontak menyerang ibukota, mencoba menjatuhkan Presiden Idriss Deby. Angkatan pemerintah mengalahkan mereka dalam Pertempuran N'Djamena. Chad kemudian menuduh Sudan mendukung dan melatih para pmberontak itu, dan memperparah hubungan diplomatik antarkedua negara.
0 komentar:
Posting Komentar