I Mallombasi, nama kecil dari Sultan Hasanuddin yang dilahirkan pada
tanggal 12 Januari 1631. Ayahnya bernama I Manuntungi Daeng Mattola,
Karaeng Lakiung yang bergelar Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I
Sabbe To'mo Lakuntu, Putri bangsawan Laikang adalah salah seorang istri
Sultan Malikussaid. Sultan Hasanuddin atau I Mallombasi mempunyai
seorang saudara perempuan yang bernama I Sani atau I Patimang Daeng
Nisaking Karaeng Bonto Je'ne yang kemudian menjadi permaisuri Sultan
Bima, Ambela Abul Chair Sirajuddin.
Pada saat kelahiran dan masa kecil I Mallombasi Sultan Hasanuddin
Ayahnya belum menjadi raja Gowa. Sejak kecil Sultan Hasanuddin telah
menunjukan kelebihannya dari saudara-saudaranya yang lain. Kecerdasan
dan kerajinannya dalam belajar sangat menonjol. Walaupun Hasanuddin
adalah putra bangsawan, pada masa kecilnya sangat rendah hati dan
perbuatannya selalu jujur. Dia sangat disayangi karena sifatnya itu.
Pendidikannya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mesjid
Bontoala membentuk Hasanuddin menjadi pemuda yang beragama dan memiliki
semangat perjuangan.
Pada umur 8 tahun, Sultan Alauddin Mangkat setelah memerintah selama 46
tahun. Hasanuddin merasa sangat sedih sekali. Kemudian ayahnya yang
mengantikan kakek Beliau menjadi raja Gowa ke-15. Beliau dilantik pada
tanggal 15 Juni 1639. Mas remaja Hasanuddin diisi dengan kesibukan
belajar dan bergaul dengan kawan-kawannya dan juga dengan putra-putra
raja Bone yang waktu itu menjadi tawanan kerajaan Gowa.
Pada usia 16 tahun Hasanuddin kerap kali hadir menyertai ayahnya dalam
perundingan-perundingan penting. Dalam kesempatan itulah I Mallombasi
Sultan Hasanuddin mulai belajar ilmu pemerintahan, diplomasi dan ilmu
perang. Kecakapan dalam bidang ini sudah menonjol, Hasanuddin juga
banyak mendapat bimbingan dari ayahnya serta mangkubumi kerajaan Gowa
Karaeng Pattingaloang tokoh yang paling berpengaruh dan cerdas.
Pergaulan Hasanuddin tidak hanya dalam lingkungan bangsawan istana dan
rakyatnya, tetapi meluas kepada orang asing, melayu, b\portugis dan
inggris yang pada saat itu banyak berkunjung ke Makassar untuk
berdagang.
Pada usia 20 tahun, Sultan Hasanuddin beberapa kali menjadi utusan
mewakili ayahnya mengunjungi kerajaan nusantara yang bersahabat,
membawa titah persatuan nusantara. Juga terutama pada daerah-daerah
dalam gabungan pengawalan kerajaan Gowa, Hasanuddin selalu mendapat
tugas membawa amanat Raja Gowa yang tak lain adalah ayahnya sendri.
Menjelang umurnya 21 tahun, Sultan Hasanuddin dipercaya untuk menjabat
urusan Pertahanan Kerajaan Gowa dan banyak membantu ayahnya mengatur
pertahanan guna menangkis serangan Belanda yang saat itu mulai
dilancarkan.
Penobatan Sultan Hasanuddin Menjadi Raja Gowa Ke-16
I Mallombasi bukanlah putra mahkota yang mutlak menjadi pewaris
kerajaan. Apalagi derajat kebangsawanan ibunya lebih rendah dari
ayahnya. I Mallombasi diangkat menjadi raja karena adanya pesan dari
ayahnya sebelum wafat. Mangkubumi Kerajaan Karaeng Pattingaloang juga
mendukung keputusan almarhum Raja Gowa Malikussaid. Dukungan itu
diberikan karena sifat-sifat Hasanuddin yang tegasa dan berani. Juga
kemampuan serta pengetahuan yang luas dan menonjol dari saudaranya yang
lain. Kerajaan Gowa memang memerlukan Raja yang berani serta bijaksana
menghadapi perang dengan penjajah Belanda.
I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 dengan
gelar Sultan Hasanuddin pada bulan Nopember 1653 menggantikan ayahnya
pada saat beliau berusia 22 tahun. Dua tahun setelah dinobatkan Sultan
Hasanuddin kemudian menikahi I Bate Daeng Tommi atau I lo'mo Tombong
Karaeng Pabineang dan menjadi permaisurinya. I Bate Daeng Tommi adalah
putri Mangngada' Cinna Daeng Sitaba, Karaeng Pattingaloang mangkubumi
Kerajaan Gowa.
Masa Jaya Kerajaan Gowa
Lama sebelum Sultan Hasanuddin dilahirkan, Kerajaan Gowa adalah
kerajaan yang besar. Pelabuhan Makassar ramai dikunjungi oleh para
pedagang dari Portugis, Ingris dan Belanda. Pada masa Sultan Alauddin
memerintah, Kerajaan Gowa telah tumbuh semangat persatuan nusantara
dari kerajaan-kerajaan besar. Persahabatan akrab antara Raja Mataram di
Pulau Jawa, Sultan Aceh di Sumatra, Sultan Ternate di Maluku, Sultan
Banten di Jawa Barat dan lainnya.
Persaingan antara Portugis, Inggris, Spanyol dan Belanda menimbulkan
ketegangan-ketegangan keren aketiga bangsa penjajah itu masiing-masing
mau memonopoli perdagangan rempah-rempah dari Maluku dan perdagangan di
Malaka. Kekuatan armada perang Kerajaan Gowa sudah terkenal
kemana-mana. Persahabatan dengan Ternate, Bima, Ambon dan
kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi dan Maluku memberi kewajiban kepada
armada perang Kerajaan Gowa untuk melindungi kerajaan itu dari serangan
penjajah.
Sultan Muhammad Said ayah dari Sultan Hasanuddin terkenal sebagai
seorang raja yang berani, bijaksana, hormat kepada orang tua, tahu
membalas budi serta tidak mebeda-bedakan antara bangsawan dan orang
kebanyakan. Pandai bergaul dengan sesamanya raja dan dipuji sebagai
orang yang meperlakukan rakyatnya sebagai manusia. Dia bersahabat
dengan Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa India,
Presiden di Keling (Koromandel India), Saudagar di Masulipatan (India).
Bersahabat dengan Raja Ingris, Raja Portugal, Raja Kastilia (Spanyol)
dan dengan Mufti di Mekah. Mufti inilah yang mula-mula meberi gelar
"Sultan Muhammad Said" Karena memang nama Arabnya adalah Malikussaid.
Awal Masa Perang
Perang pertama dengan Belanda terjadi pada saat Hasnuddin berumur 3
tahun. Tahun 1631 sampai 1634 armada Gowa dan Ternate saling serang
dengan armada Belanda di perairan Maluku. Tahun 1634 Raja Gowa mengirim
armada terdiri dari 100 perahu perang ke Ambon membantu rakyat Ambon
melawan Belanda yang memusnahkan pohon-pohon cengkeh dan pala di Maluku.
Raja Gowa berkewajiban melindungi kerajaan sekutunya di Ambon. Perang
itu dikenal dengan nama perang Hongi. Setahun sesudah itu belanda
mengirim 12 kapal ke perairan Makassar dan memulai menembaki benteng
galesong. Untunglah setahun sebelumnya benteng yang terbuat dari tanah
itu sudah diubah dan dibuat dari batu, sedangkan perahu dan kapal
perang armada Gowa sudah meninggalkan perairan Makassar sebagai taktik
untuk menghindari bentrokan. Serangan Belanda ini gagal total.
Keinginan Kompeni Belanda untuk mengusai dan menaklukkan Gowa makin
kuat. Berbagai cara dipergunakan. Pada bulan Juni 1637 Kompeni Belanda
yang dipimpin Gubernur Jendral Anthony Van Diemen berhasil membuat
perjanjian dengan Kerajaan Gowa. Van Diemen meminta agar Raja Gowa
melarang Portugis dan inggris berdagang di Makassar, tetapi permintaan
itu ditolak oleh Sultan Alauddin. Orang Belanda belum diluaskan untuk
tinggal dan menetap di Makassar. Pada waktu itu Raja Gowa menerima
tamu-tamu asing di istananya yang terdapat di dalam
benteng Somba Opu.
Benteng Pertahanan
Pengepungan beberapa kali oleh kompeni Belanda terhadap pantai makassar
menambah keyakinan bahwa kompeni Belanda pada suatu saat akan menyerbu
dan melaksanakan niatnya untuk merebut dan menaklukkan kerajaan Gowa.
Kompeni Belanda memang mau memonopoli perdagangan rempah dari maluku.
Sultan Hasanuddin yang waktu itu telah sering menjadi duta dan mengurus
pertahanan Kerajaan Gowa dengan dukungan Karaeng Pattingaloang
Mangkubumi Kerajaan Gowa mulai memperkuat benteng di sepanjang pantai.
Ada tiga 3 Benteng yang diperkuat dan dipasangi meriam.
Benteng Somba Opu yang menjadi pertahanan utama,
dan menjadi kediaman Sultan, tebalnya 12 kaki. Benteng ini dipasangi
meriam besar yang dijuluki "Anak Mangkasara" dan ada lebih 270
meriam-meriam kecil lainnya. Meriam "Anak Mangkasara" ini dibuat pada
tahun 1593 dengan panjang 3 meter dan garis tengah lubang mulutnya
41,5cm serta beratnya 500kg (11.000 Pound).
Selama perang antara Gowa dan Belanda berlangsung, tahun-tahun
berikutnya Sultan Hasanuddin kemudian membangun lagi benteng Mariso,
Anak Gowa dan kale Gowa serta beberapa benteng lagi di daerah Bantaeng
dan juga sebuah parit yang panjangnya 3 setengah kilometer antara
Binanga Beru dan Ujung Tanah.
Benteng yang memperkuat Pantai Kota Makassar itu berjajar dari utara keselatan : Tallo (Mangngara' Bombang),
Benteng Ujungpandang atau Ford Rotterdam,
Benteng Somba Opu dan Benteng Barombong. Antara Tallo dengan
Ujungpandang terdapat Benteng kecil Ujung tanah, antara Benteng
Ujungpandang dengan Benteng Somba Opu dan Benteng Barombong terdapat
benteng kecil Panakkukang, yaitu sebuah kastil kecil tempat raja
beristirahat.
Benteng Somba Opu, sebagai tempat kediaman Raja, dilindungi pula oleh
sebuah benteng besar di sebelah timurnya yang bernama Anak Gowa,
sedangkan di sebelah timur benteng Anak Gowa terdapat benteng Tamalate
(Het Ringmuur Van Gowa).
Masa Perang Perlawanan
Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa memeliki kewajiban untuk kerajaan
sahabat-sahabat bawahannya, mulai dari sepanjang pesisir Pulau Sulawesi
sampai Maluku. Satu-satunya halangan Belanda untuk menguasai
perdagangan di Maluku adalah Kerajaan Gowa dan armadanya. Selama lebih
dari 200 tahun kedua armada ini telah saling menyerang. Belanda
memiliki kapal dan perlengkapan perang yang baik, sedangkan laskar dan
pelaut armada Kerajaan Gowa memiliki semangat juang yang tinggi dan
tidak takut mati ini karena
budaya siri' na pacce telah berakar dihati sanubari para pejuang Kerajaan Gowa dan
Aru atau sumpah setia para prajurit Kerajaan Gowa.
Tahun 1645 adalah tahun yang penuh cobaan bagi Sultan Hasanuddin, belum
cukup setahun menduduki tahta, Mangkubumi yang berani dan bijaksana I
Mangngada' Cinna Karaeng Pattingaloang wafat. Cobaan ini tidaklah
menyurutkan tekad Sultan Hasanuddin, Karaeng Karunrung Putra Karaeng
Pattingaloang naik menggantikan ayahnya sebagai mangkubumi kerajaan
Gowa.
Perang dua hari dengan pasukan Belanda pada April 1655 di Buton yang
dipimpin langsung oleh Sultan Hasanuddin. Benteng pertahanan Kompeni
Belanda di Buton berhasil direbut dan 35 orang Belanda terbunuh dalam
peperangan ini. Belanda menyadari bahwa perang dengan Sultan Hasanuddin
telah menelan biaya yang dan kerugian yang besar, maka diutuslah duta
ke somba opu mewakili gubernur jendral belanda di Batavia. Utusan itu
bernama Willem Van der beek dan menerima perjanjian tanggal 28 Desember
1655 yang berisi: "Pasukan Makassar yang berada di Maluku di tarik
kembali, tukar menukar tawanan perang. Belanda berjanji, bila kerajaan
Gowa berperang dengan salah satu bangsa maka kompeni Belanda tidak
boleh ikut campur. Musuh Belanda bukanlah musuh Kerajaan Gowa".
Tahun 1657 Belanda mengutus lagi Willem Bastingh karena tidak senang
melihat perdagangan antara Hitu, Seram dan Makassar berjalan lancar,
karena ingin memonopoli perdagangan. Utusan itu membawa ultimatum yang
bersifat mengancam kepada Sultan Hasanuddin. Ultimatum itu dibalas
dengan surat yang juga bernada keras. Sultan Hasanuddin tidak mau
menyerah. Semangatnya semakin membara, setiap benteng diperlengkapi.
Kompeni Belanda memilih perang, armada besar dipersiapkan 31 kapal
perang dan 2700 tentara terlatih dipimpin oleh Johan van Dam dan
dibantu oleh Johan Truytman. Peperangan ini berlangsung selama hampir 2
tahun lamanya. Pada tangal 12 Juni 1660 Benteng Panakkukang jatuh
ketangan Belanda.
Dengan semangat lebih baik mati daripada menyerah kepada Belanda,
pasukan Sultan Hasanuddin bertempur selama dua hari, lebih dari 2000
orang portugis diusir dari Makassar dan armadanya dihancurkan. Orang
Portugis ini oleh Belanda dikirim ke Pulau Timor, dari kedua belah
pihak berjatuhan banyak korban yang tewas dan luka.
Setelah itu gencatan senjata dilakukan. Perundingan damai dilaksanakan.
Karaeng Popo dan sejumlah bangsawan kerajaan Gowa berangkat ke Batavia
untuk berunding. Hasilnya, adalah sebuah perjanjian yang merugikan
Kerajaan Gowa. Perjanjian itu bernama Perjanjian Batavia yang berisi:
- Makassar tidak boleh campur tangan soal Buton, Ternate dan Ambon.
- Banda, Buton, Maluku, Manado tidak boleh didatangi oleh orang-orang Makassar.
- Orang Portugis dilarang berdagang di Makassar.
- Belanda Boleh Menetap di Makassar.
Sultan Hasanuddin terpaksa menanda tangani perjanjian itu,. Namun, perjanjian ini tidak berlangsung lama.
Belum hilang bekas perang dengan Belanda, Raja Bone melakukan
pemberontakan dengan mulai memerangi Kerajaan Gowa. La Tenri Tatta to
Erung Bergelar Arung Palakka, sahabat sepermainan Sultan Hasanuddin
semasa kecil yang memimpin pemberontakan itu. Namun, laskar kerajaan
Gowa dapat mematahkan pemberontakan itu pada tanggal 11 Oktober 1660.
Arung Palakka bersama 4000 orang pasukannya menyingkir ke Buton dan
mendapat perlindungan di sana. karena pada saat itu Sultan Buton telah
bersekutu dengan Belanda.
Politik Memecah Belah
Belanda punya cara menaklukkan lawan. Kerajaan-Kerajaan Nusantara yang
terpecah-pecahdiadu satu sama lain. Kedatangan Arung Palakka di Batavia
disambut hangat oleh Kompeni Belanda. Kerugian yang diderita Belanda
untuk menundukkan Sultan Hasanuddin cukup banyak dan sudah memakan
waktu yang lama. Kesempatan menaklukkan Gowa sudah terbuka, Arung
Palakka bisa diadu dengan Sultan Hasanuddin. Perang saudara bisa
dilakukan.
Sambutan terhadap Arug Palakka sangat meriah. Daerah Angke di Batavia
diberikan untuk tempat tinggal Arung Palakka bersama pengikutnya.
Sultan Hasanuddin sangat sedih mendengarnya. Persiapan sudah dilakukan.
Benteng-bentang sudah diperbaiki. Merian dan alat perang sudah
ditambah, prajurit juga ditambah. Sementara itu Belanda sudah
mempersiapkan suatu armada besar, pukulan terakgir untuk Kerajaan Gowa
akan segera dilancarkan.
Pada tahun 1662 kapal Belanda De Walvis masuk ke perairan Makassar
tanpa pemberitahuan. Pengawal pantai mencegat dan perangpun terjadi, 16
pucuk merian disita. Pihak Belanda menuntut pengembalian meriam itu.
Belanda kemudian mulai meniupkan perang saudara. Tahun 1664, Sultan
Ternate, Sultan Buton dan Arung Palakka dikumpulkan dalam suatu
pertemuan di Batavia.
Mereka harus memerangi Sultan Hasanuddin, dan Belanda akan memberi
bantuan. Sultan Hasanuddin sudah mengetahui cara Belanda itu, sikap
lunak ditunjukkan karen aperang saudara harus dihindari. Sultan
Hasanuddin mau berdamai tetapi meminta Belanda agar Bone, Buton dan
Seram tidak dianak emaskan. Akan tetapi Belanda sudah berniat untuk
menghancurkan Kerajaan Gowa.
Untuk mempersiapkan perang besar melawan Belanda, Sultan Hasanuddin
harus menundukkan kerajaan yang sudah berhasil dibujuk oleh Belanda.
Buton harus dibebaskan terlebih dahulu, Sultan Hasanuddin memerintahkan
untuk menyiapkan sebuah ekspedisi ke timur. 700 buah kapal perang dan
20.000 prajurit di bawah pimpinan Laksamana Alimuddin Karaeng
Bontomarannu beserta Sultan Bima dan Raja Luwu yang telah diangkat
menjadi laksamana muda kerajaan Gowa memimpin armada tersebut.
Akhir Oktober 1666 Buton berhasil diduduki oleh Laksamana Karaeng
Bontomarannu, akan tetapi Buton dapat dibebaskan oleh armada Belanda
yang dipimpin oleh Admiral Speelman dan Arung Palakka yang ikut dalam
armada itu. Belanda telah berhasil mengadu domba antara
kerajaan-kerajaan Nusantara di belahan timur sehingga saling menyerang.
Perang Terbuka
Rapat penguasa Kolonial Belanda di Batavia tanggal 5 Oktober 1666
memutuskan untuk segara menaklukkan Kerajaan Gowa dan merebut Makassar.
Armada Belanda dipimpin oleh Cornelius Speelman dibantu oleh Arung
Palakka dan Kapten Jongker dari Manipa dan sekutu-sekutu Belanda.
Armada itu berangkat dari Batavia 24 Nopember 1666 dengankekuatan yang
besarnya 21 buah kapal perang besar 600 orang tentara Belanda, 400
laskar Arung Palakka dan Kapten Jongker. Armada itu tiba di depan
bentang Somba Opu tanggal 15 Desember 1666.
Di dalam Kota Makassar di pusat Ibu Kota Gowa dan daerah di sepanjang
pantai menjadi tegang. Menunggu saat-saat penyerangan Belanda. Para
pedagang asing yang bermukim disana menghentikan kegiatannya dan
membuat perlindungan. Semua meriam dan pasukan di seluruh benteng sudah
siap, bahan makanan sudah dipersiapkan untuk persiapan perang beberapa
bulan, sepanjang pantai dari Tallo sampai Bantaeng pasukan perlawanan
rakyat sudah dipersiapkan pula.
Satu-satunya yang dikhawatirkan Sultan Hasanuddin adalah pasukan Bone
yang berada di dalam daerah pertahanan Gowa yang sudah memberontak, dan
armada perangnya dengan 700 kapal di bawah pimpinan Laksamana Karaeng
Bontomarannu yang masih berada di Buton.
Saat-saat tegang Speelman mengirim utusan menemui Sultan Hasanuddin,
utusan itu membawa tuntutan agar Sultan Hasanuddin menyerah saja dan
membayar kerugian Belanda dalam perang terdahulu. Tuntutan Speelman ini
hanya alasan untuk memulai penyerangan. Sultan Hasanuddin menjawab
surat itu dengan berkata "Bila kami diserang, maka kami akan
mempertahankan diri dan menyerang kembali dengan segenap kemampuan yang
ada. Kami berada dipihak yang benar. Kami ingin mempertahankan
kebenaran dan kemerdekaan negeri kami."
Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Pagi buta tanggal 21 Desember
1666Bendera merah dikibarkan armada perang Speelman. Meriam-meriam
Belanda mulai memuntahkan pelurunya, udarapun dipenuhi asap mesiu.
Semangat perlawanan para prajurit Gowa terbakar dan menyala-nyala.
Perahu kecil bersenjata menyerbu mendekati kapal perang Belanda. Dengan
dilindungi oleh hujan yang sangat lebat armada semut perahu perang
milik Kerajaan Gowa mulai menghantam dari dekat inti armada perang
Speelman. Speelman menhgundurkan diri dari Somba Opu ke selatan
meninggalkan pantai.
Di Laikang pantai sebelah selatan Makassar, pasukan-pasukan pendarat
Speelman dan Arung Palakka mencoba mengadakan pendaratan. Pasukan Gowa
bersama rakyat telah menanti dengan semangat pantang menyerah. Pasukan
penjajah dibuat kocar-kacir olehnya. Tanggal 24 Desember 1666, armada
Speelman mundur dan meninggalkan pantai Laikang, berlayar ke selatan
dan mendaratkan pasukannya di Bantaeng esok harinya. Perahu-perahu
dagang yang ramai dipantai waktu itu dihantam dan ditenggelamkan.
Bantaeng dan 30 desa di sekitarnya dibumihanguskan, tak luput pula
lumbung beras Kerajaan Gowa ikut dibakar.
Laskar kerajaan Gowa menyerbu dan perangpun berkecamuk Perkelahian satu
lawan satu terjadi. Korban berjatuhan dikedua belah pihak. Setelah
bertempur sehari semalam Speelman mundur dan semua pasukannya ditarik
naik ke kapal. Speelman memutuskan untuk menghadapkan Sultan Hasanuddin
dengan pasukan Raja-raja Buton, Ternate dan Bone untuk mengurangi
kerugian dipihak mereka.
Kabar dari mata-mata Speelman juga memberitahukan bahwa armada inti
kerajaan Gowa dibawah pimpinann Laksamana Karaeng Bontomarannu masih
berada di Buton dengan 700 kapal perangnnya. Inilah kesempatan
menghancurkan kekuatan laut Sultan Hasanuddin.
Tanggal 1 Januari 1667 armada Speelman tiba di Buton dan langsung
menghantam armada Karaeng Bontomarannu yang sudah kelelahan menghadapi
pasukan Buton di darat. Akhirnya Karaeng Bontomarannu menyerah tanpa
syarat kepada Speelman pada tanggal 4 januari 1667. Kemenangan ini
dirayakan Speelman. Kepada Sultan Buton, pihak Belanda memberikan
hadiah 100 ringgit setahun.
Armada Speelman berlayar ke Ternate. Arung Palakka mengirim pasukannnya
sebanyak 2000 orang ke Bone untuk membentuk pasukan baru untuk
persiapan menyarang Gowa. Bulan Juni 1667 Speelman bersama Sultan
Mandarsyah yang membawa pasuka Ternate, Bacan dan Tidore bergabung
dengan pasukan Arung Palakka dan Kapten Jongker. Perang pecah tanggal 7
Juli setelah sekitar 7000 orang pasukan Gowa menyerang tiba-tiba. Empat
hari kemudian armada Belanda berlayar menuju pusat Kerajaan
Gowa. tanggal 19 Juli perairan Makassar sudah dipenuhi oleh kapal
perang Belanda. Benteng Somba Opu sudah dikepung dari laut.
Perang Menentukan
Perang yang menentukan telah tiba. Bau mesiu dan darah memenuhi udara.
Benteng Somba Opu yang menjadi pusat pertahanan utam kerajaan Gowa
langsung dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dan Sultan Harun Al Rasyid
Raja Tallo. Karaeng Bontosunggu memimpin benteng Ujungpandang dan
Karaeng Popo memimpin pertahanan di benteng Panakkukang.
Tanggal 19 Agustus 1667 pagi hari, Benteng Galesong diserang oleh
meriam pasukan Belanda, dalam serangan ini persedian beras kerajaan
Gowa di Galesong berhasil dibakar Belanda. Hari demi hari perang
berkecamuk. Diawal September 1667 Speelman memindahkan perhatiannya. Di
daratan 6000 orang pasukan Arung Palakka bersama Kapten Poolman
menyerang Galesong dan Barombong. Dengan meriam besar jarak jauh milik
pasukan Gowa mengusir armada Speelman. Di darat pasukan Arung Palakka
berhasil dipukul mundur.
Keadaan ini membuat Speelman meminta bantuan dari Batavia. Belanda
mengirim 5 kapal perang besar dibawah komando Kapten P. Dopun. Tanggal
22 Oktober 1667 Armada Speelman dan Dupon mengepung rapat Makassar.
Dengan meriam-meriam besar, benteng Barombong dibobol. Pasukan Speelman
didaratkan di Galesong dibantu Arung Palakka. Somba Opu dikepung dari
laut maupun darat. Terjadi pertempuran yang sangat sengit antara Gowa
dan pasukan Bone, Ternate, Buton dan Maluku, korban berjatuhan dari
bangsa sendiri yang diadu oleh Belanda.
Kedua belah pihak sudah sangat kelelahan. Tanggal 5 Nopember 1667
Speelman melapor ke Batavia bahwa pasukannya sudah sangat lelah,
semangat tempur merosot. 182 serdadu dan 95 matros jatuh sakit. Pasukan
Buton, Ternate dan Bugis juga diserang sakit perut. Speelman minta
dikirimi lagi perlengkapan dan prajurit. Pasukan Sultan Hasanuddin juga
mengalami hal serupa. Pertempuran selama berbulan dan pengepungan
benteng sangat mencemaskan dan merisaukan Sultan Hasanuddin. Setelah 4
hari bertempur, benteng Barombong direbut Belanda, tetapi semangat
semangat prajurit Gowa masih membara. Sultan Hasanuddin masih mampu
meneruskan perang.
Sultan Hasanuddin dikenal arif dan bijaksana. Beliau merasa sedih
karena harus bertempur melawan keluarga sendiri. Arung Palakka La Tenri
Tatta to Erung sudah seperti saudara kandung sendiri. Speelman kemudian
mengusulkan perdamaian. Sultan Hasanuddin mempertimbangkan bahwa
pertumpahan darah di kalangan orang Makassar dan Bugis harus segera
dihentikan.
Meneruskan perang hanya akan menguntungkan Belanda. Perundingan antara
Speelman dan Sultan Hasanuddin diadakan di Bungaya dekat benteng
Barombong yang sudah direbut Belanda. Setalah berkali-kali berunding,
maka pada hari Jum'at tanggal 18 November 1667, tercapailah suatu
perjanjian perdamaian yang dikenal sebagai "
Cappaya Ri Bungaya"
atau perjanjian Bungaya. Perjanjian ini tidak berlangsung lama karena
memberatkan kerajaan Gowa. Benteng Ujungpandang diserahkan kepada
Speelman dan diganti namanya menjadi "
Fort Rotterdam".
Speelman juga mempersiapkan benteng ini untuk bertahan dan menyerang,
karena keyakinannya bahwa perjanjian Bungaya akan segera batal.
Perang Terakhir
Raja Tallo Sultan Harun Al Rasyid, Karaeng Lengkese, dan Arung Matowa
Wajo tidak menerima perjanjian Bungaya. Pasukannya ditarik, tekad
mereka tetap. "Hanya Mayat yang bisa menyerah". Karaeng Karunrung
mendesak Sultan Hasanuddin membatalkan Perjanjian Bungaya. Akhirnya
perang pecah kembali tanggal 21 April 1668. Karaeng Karunrung menyerang
benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam). Hari demi hari bulan demi bulan
perang terus berkecamuk.
Dalam catatan buku harian Speelman tertulis antara lain: "Pertempuran
berlangsung sengit. Banyak orang Belanda mati atau luka, Arung Palakka
juga menderita luka. Setiap hari 7 atau 8 orang serdadu Belanda
dikuburkan. Speelman jatuh sakit. 5 orang dokter, 15 pandai besi tewas.
Tenaga bantuan dari Batavia hanya 8 orang yang masih sehat. Dalam tempo
4 minggu, 139 orang mati dalam benteng Ford Rotterdam dan 52 orang
tewas di kapal".
Sultan Hasanuddin memerintahkan untuk melakukan perbaikan kembali
benteng yang rusak. Tanggal 5 Agustus 1668, Karaeng Karunrung membawa
pasukannya menyerbu Fort Rotterdam. Pada serangan ini Arung Palakka
nyaris tewas. Speelman meminta bantuan dari Batavia. Pasukan dan
peralatan perang dari Batavia tiba pada bulan April 1669. Meriam besar
dibuat dan larasnya diarahkan ke benteng Somba Opu. Parit-parit
pertahanan ke benteng Somba Opu sudah dibuat, persiapan Belanda sudah
matang.
Akhirnya pada tanggal 15 Juni 1669 pasukan Speelman menyerang benteng
Somba Opu. Pertempuran berlangsung siang dan malam. Meriam Belanda
menembakkan lebih 30.000 biji peluru ke benteng Somba Opu. Patriot
kerajaan Gowa tetap memberikan perlawanan yang gigih atas serangan
Belanda dan hujan peluru.
Setelah perang selama selama 10 hari siang dan malam, maka pada tanggal
24 Juni 1669 seluruh benteng Somba Opu dikuasai Belanda. Tdak kurang
272 pucuk meriam besar dan kecil termasu meriam keramat "Anak
Mangkasara" dirampas Speelman. Sultan Hasanuddin mundur ke benteng Kale
Gowa di Maccini Sombala dan Karaeng Karunrung meninggalkan istananya di
Bontoala mundur ke Benteng Anak Gowa.
Benteng Somba Opu kemudian diratakan dengan tanah, beribu-ribu kilo
amunisi meledakkan benteng yang tebalnya 12 kaki ini. Udara merona
merah dan tanah seakan gempa. Mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana.
Hangus dibakar ledakan mesiu dan api yang menjilat. Seluruh Istana
Somba Opu dihancurkan.
Sultan Hasanuddin kalah perang, tetapi menurut pengakuan Belanda,
pertempuran inilah yang paling dahsyat dan terbesar serta memakan waktu
yang paling lama dari yang pernah dialami Belanda dibumi Nusantara
waktu itu. Sultan Hasanuddin dan Pasukannya dijuluki "
Ayam Jantan Dari Timur" karena semangatnya yang pantang mundur.
Turun Tahta Dan Wafat
Setelah kekalahan yang diderita Kerajaan Gowa dan mundurnya Sultan
Hasanuddin dari benteng Somba Opu ke benteng Kale Gowa, maka usaha
Speelman memecah belah persatuan kerajaan Gowa terus dilancarkan. Usaha
ini berhasil, setelah diadakan "pengampunan umum". Siapa yang mau
menyerah diampuni Belanda. Beberapa pembesar kerajaan menyatakan
menyerah. Karaeng Tallo dan Karaeng Lengkese menyatakan tunduk pada
Perjanjian Bungaya.
Sultan Hasanuddin sudah bersumpah tidak akan sudi bekerja sama dengan
penjajah Belanda. Pada tanggal 29 Juni 1669 Sultan Hasanuddin
meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke-16 setelah selama 16 tahun
berperang melawan penjajah dan berusaha mempersatukan kerajaan
Nusantara. Sebagai penggantinya ditunjuk putranya I Mappasomba Daeng
Nguraga Bergelar Sultan Amir Hamzah. Sesudah turun tahta, Sultan
Hasanuddin banyak mencurahkan waktunya sebagai pengajar Agama Islam dan
berusaha menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan.
Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 bertepatan dengan tanggal 23
Muharram 1081 Hijriah. Sultan Hasanuddin wafat dalam usia 39 tahun.
Beliau dimakamkan disuatu bukit di pemakaman Raja-raja Gowa di dalam
benteng Kale Gowa di Kampung Tamalate.
I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin
Tumenanga Ri Balla'Pangkana telah tiada. Tetapi semangatnya tetap
berkobar di dada setiap insan bangsa yang mendambakan perdamaian dan
kebebasan di Bumi Pancasila ini.
Nama Sultan Hasanuddin abadi dalam dada. Menghormati jasanya dengan
mengabadikan namanya menjadi nama jalan pada hampir disetiap Kota di
Nusantara. Universitas Hasanuddin sebagai salah satu universitas
terkemuka di INdonesia bagian Timur, mempergunakan namanya dan memakai
lambangnya "
Ayam Jantan Dari Timur". Komando Daerah Militer (KODAM) XIV Hasanuddin mengabadikan namanya dan menjadikan semboyannya "
Abbatireng Ri Pollipukku"
(setia pada Negeriku). Dan dengan keputusan Presiden RI No.
087/TK?tahun 1973 Tanggal 6 November 1973, Sultan Hasanuddin
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, untuk menghargai jasa-jasa
kepahlawanannya.